permisiiiii..

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
hanya manusia biasa yang tidak sempurna tapi selalu ingin sesuatu yang luar biasa meskipun sampai harus ke luar angkasa.

Rabu, 27 November 2013

Kita Muda, Bisa, dan Berbahaya

Halo, Kawan!!

Ya, Kawan. Lebih tepat kugunakan untuk merepresentasikan rekan-rekan kerjaku di Pemalang sekitar 9 bulan yang lalu. Terutama penghuni Mess Trans Quality berisikan anak-anak muda yang (mudah-mudahan) berbakat dan bersemangat, meskipun ada beberapa yang tidak bisa dibilang muda, tapi masih berjiwa muda. Hehehe.

Ya, 9 bulan adalah waktu yang cukup bagi seorang ibu mengandung anaknya hingga sang anak siap menghadapi kerasnya dunia persilatan. Begitu pula yang aku alami, 9 bulan ditempa dalam kandungan Proyek PDGT Pemalang dengan segala kelebihan dan kekurangannya, akhirnya tiba masaku untuk lahir ke dunia dan menghadapi berbagai tantangan yang lebih berwarna.

Ya, warna. Mereka telah memberikan titik-titik warna. Titik-titik yang kemudian kurangkai menjadi sebuah garis dan pola dalam mengisi kanvas hidupku.

Pepatah berkata, “pengalaman adalah guru yang paling berharga”, dan kurasakan itu. Pengalaman itu muncul dari sebuah sistem ekologi yang tersusun atas elemen biotik dan abiotik. Tanah, air, angin sepoi-sepoi, serta sinar mentari Pantai Utara Jawa merupakan elemen abiotik dalam pengalamanku di Pemalang. Sedangkan elemen abiotik-nya adalah mereka, ya, mereka. Makhluk-makhluk ajaib yang terdampar bersamaku dengan seragam dan bendera yang sama melebur jadi satu, hingga waktunya aku harus pergi dan menggapai impianku sendiri.

Aku memang egois. Kita memang egois.

Karena sesungguhnya masing-masing dari kita punya mimpi yang harus dan mampu dicapai oleh dan hanya oleh kita sendiri. Tidak dengan siapa-siapa.

Inilah hidup, Kawan!
Keras seperti batu. Tajam seperti pisau. Dan liar seperti kita.
Bukan rimba. Bukan.
Kita lebih liar dari rimba.
Karena kita muda, bisa, dan berbahaya.

Ingat, Kawan!
Kelak akan tiba masamu untuk lahir ke dunia. Dunia baru. Jauh berbeda dengan di dalam kandungan ibu, yang mau tidak mau harus kau hadapi itu.

Ini bukan masalah Sirandu, atau Pemandian Air Panas Guci itu. Ini masalah hidup. Hidupku atau hidupmu. Meskipun tak ada yang tahu apakah kelak hidupku masih akan bertemu lagi dengan hidupmu.

Hiduplah sehidup-hidupnya, Kawan!!

Karena kita muda, bisa, dan berbahaya. 



Tulisan ini kupersembahkan untukmu, Kawanku di Pemalang

Bermimpi Memimpin dengan Hati

Pagi yang indah di Kota Bandung membuatku berpikir ingin jadi apa aku nanti.
Lalu ku buka youtube dari laptop-ku, siapa tau bisa dapat inspirasi.

Ah! Ada cuplikan wawancara Jokowi di Metro TV.
Saat itu masih sebagai Walikota Solo, belum jadi Gubernur DKI, seperti saat ini.

Ini yang kuambil dari video tadi, berupa intisari, agar mudah dipahami.

Suatu kali Bung Karno mencari
Siapa orang paling bernyali
Tersebutlah Bang Ali
Sosok Gubernur Jakarta yang bertangan besi dengan gebrakan di sana-sini

Jauh kemudian di lain penggalan jaman
Jokowi muncul sebagai pemimpin Surakarta yang menyejukkan

Resep mereka sederhana
Ngemong
Yakni mau menaungi kawula
Juga mengadabkan pamongpraja
Mereka membuka mata terhadap kebutuhan warga
Serta membuka hati tanpa alergi pada demonstrasi

Jokowi bukan Bang Ali
Tapi sama bernyali
Menjalankan kebijakan yang mumpuni
Sama berani
Untuk menolak aji mumpung sejawat partai sendiri
Apalagi membangun dinasti

Prestasi Bang Ali dan Jokowi bukan sensasi
Bukan pula berita koran,
tentang gubernur dan bupati yang jadi pesakitan di pengadilan
Mereka cuma mengingatkan Anda,
pejabat terhormat dan politisi terpuji.
Bagaimana caranya mengabdi.


Aku bukan Jokowi, apalagi Bang Ali.
Aku hanya bocah masa kini yang penuh mimpi.

Ya! AKU INGIN MENJADI PEMIMPIN!!
Paling tidak, pemimpin bagi diriku sendiri. Independensi.
Atau pemimpin bagi keluargaku nanti.
Syukur-syukur bisa jadi pemimpin perusahaan terkemuka negeri ini.

Apapun itu,
Aku ingin jadi pemimpin yang selalu bisa mengayomi.
Mungkin tak sehebat Jokowi atau Bang Ali.
Tapi cukup dengan hati.


Terinspirasi dari Mata Najwa Edisi "Nyali Perintis"
Terima kasih. Pagi ini terasa indah sekali.